Thursday, October 18, 2018

RIFANFINANCINDO PEKANBARU | Masalah Lingkungan Bisa Hambat Proses Pembelian Saham Freeport

Foto: Ardhi Suryadhi

RIFANFINANCINDO PEKANBARU - Jakarta Proses akuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) hampir rampung sejak Inalum, Freeport McMoran, dan Rio Tinto meneken sales purchase agreement (SPA) 27 September lalu. Meski hampir rampung, proses pengambilalihan saham ini tak luput dari persoalan.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII DPR RI, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, dan Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas kemarin, isu lingkungan menjadi sorotan dalam proses akuisisi saham PTFI. Sebab, Komisi VII mendapat laporan jika aktivitas penambangan PTFI menimbulkan potensi kerugian hingga Rp 185 triliun.

Anggota dewan pun kemudian melayang sejumlah pertanyaan terkait masalah lingkungan ini kepada Bos Inalum. Lantas, apa jawaban Inalum? Apakah masalah lingkungan berdampak pada proses akuisisi? Berikut berita selengkapnya dirangkum 



Anggota Komisi VII DPR mencecar pertanyaan Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin terkait masalah lingkungan dalam pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia (PTFI).

Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu mengatakan, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdapat potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PTFI. Potensi kerusakan itu mencapai Rp 185 triliun.

Gus Irawan mempertanyakan, apakah masalah tersebut masuk dalam pertimbangan akuisisi saham PTFI. Selain itu, dia juga mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan lingkungan ini.

"Perjanjian-perjanjian yang ada itu, kan lazimnya mau akuisisi ada due diligence. Apakah faktor lingkungan sudah jadi pertimbangan belum. Kedua, kalau iya, itu dipertimbangkan itu jadi beban siapa," kata dia di Komisi VII DPR RI Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Gus Irawan juga menuturkan, dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut apakah juga membahas secara spesifik terkait masalah lingkungan. Dia tak ingin, masalah ini menjadi masalah ke depannya.





"Perjanjian ke depan jangan posisi lemah, di mana kewajiban lingkungan pemilik lama ada atau nggak," tambahnya.

Anggota Komisi VII Ramson Siagian juga mempertanyakan masalah menyangkut lingkungan tersebut. Dia mengatakan, masalah lingkungan persoalan yang serius di luar negeri.

"Sekarang Rp 185 triliun masalah, kalau di AS sangat sensitif," sambungnya.

Ramson juga ingin mengetahui apakah masalah lingkungan ini diatur secara spesifik.

"Apa yang masuk klausul perjanjian itu kita perlu penjelasan Dirut Inalum," ujarnya.



Anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian mempertanyakan masalah lingkungan dan pengaruhnya dalam pembiayaan, serta keberlanjutan pengambilalihan saham PTFI.

"Di HoA itu ada tersirat mengenai masalah lingkungan termasuk yang diaduit BPK, karena akan berpengaruh terhadap pada financial, ada nggak?" ujar Ramson di Komisi VII DPR Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Merespons hal itu, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, jika masalah lingkungan masih ada masalah maka transaksi pembelian saham tidak bisa terjadi.

"Jadi isu mengenai lingkungan yang di BPK harus sudah diselesaikan, harus sudah jelas, ke depannya seperti apa kalau itu masih belum jelas, settlement transaksi tidak bisa terjadi," ujarnya.

Dia melanjutkan, masalah lingkungan mesti selesai untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang permanen. Dia mengatakan, penyelesaian masalah lingkungan ini kemudian menjadi syarat untuk mendapat pinjaman bank.

"IUPK membutuhkan itu, dari sisi Kementerian LHK mesti menyelesaikan secara final, itu akan dimasukkan ke lampiran IUPK. Di lampiran IUPK inilah bank akan merasa nyaman untuk bisa mengeluarkan pinjaman. Diharapkan sekali isu lingkungan bisa diselesaikan sehingga transaksi berjalan. Memang leading-nya ada tempatnya Pak Tony (Direktur Eksekutif PTFI)," jelasnya.

"Yang kita kondisikan isu lingkungan harus selesai, bank bisa mencairkan pinjaman, pembayaran bisa terjadi, tranksaksi bisa close," ujarnya.

Budi mengatakan, jika isu lingkungan tak rampung maka bank tak bisa memberi pinjaman. Alhasil, transaksi pembelian saham tak bisa terjadi.


Baca juga:
 


"Kalau isu lingkungan tidak selesai bank tidak mungkin melakukan pencairan pembiayaan, sehingga payment tidak terjadi. Walaupun seharusnya sepengetahuan kami harusnya isu lingkungan ini bisa diselesaikan," tutupnya



Komisi VII DPR menerima laporan adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia (PTFI). Tak main-main, kerusakan yang ditimbulkan nilainya mencapai Rp 185 triliun.

"Minggu lalu Komisi VII rapat konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana ada temuan dan perlu diperhatikan kita semua. Bahwa ada temuan BPK mereka membahasakan ekosistem yang terkorbankan dari usaha penambangan PTFI ada kerusakan sebesar kalau kemudian direhabilitasi Rp 185 triliun," kata Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu, di DPR Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Menanggapi itu, Direktur Eksekutif PTFI Tony Wenas menjelaskan, angka Rp 185 triliun bukanlah temuan dari BPK. Melainkan, kata dia, hitungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai dasar BPK melakukan audit.

"Sementara Rp 185 triliun itu adanya di alasan dilakukannya audit, yaitu berdasarkan hitungan dari IPB dan pembukaan lahan dari satelit Lapan. Jadi bukan audit dari BPK," terang Tony.

Dia menuturkan, BPK memang melakukan audit. Dari audit itu ada 8 rekomendasi yang disampaikan ke PTFI.

"Jadi bisa tanyakan ke IPB. Jadi itu bukan temuan audit, dan tidak direkomendasikan kepada kita. Di situ pun disebutkan bahwa angka ini Rp 185 triliun masih harus dikonsultasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dilihat di laporannya aja," ujarnya.

Tony menuturkan, dari 8 rekomendasi, 6 di antaranya sudah dijalankan oleh PTFI. Dua rekomendasi yang masih dalam proses ialah mengenai Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DLEH) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Mestinya, lanjut Tony, rekomendasi itu bisa cepat diselesaikan.

"Rekomendasi BPK sudah 6 sudah selesai dilaksanakan. Ada 2 hal yaitu soal DLEH dokumen evaluasi lingkungan hidup yang mustinya sudah siap diterbitkan oleh KLHK. Satunya lagi soal IPPKH izin pinjam pakai kawasan hutan yang udah 4 tahun lalu sudah kita masukin. Kita sudah pernah punya izin prinsip memang disuruh diubah ditambah luasannya. Sehingga, kita masukan kembali pada tahun lalu bulan September tahun 2017. Mestinya sudah tidak ada masalah," tutupnya.


Foto: Ardhi Suryadhi

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan menyelesaiakan transaksi pembelian saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pada Desember 2018. Dengan pengambilalihan saham tersebut, maka kepemilikan saham Indonesia atas PTFI mencapai 51%.

Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menerangkan, saat ini perseroan tengah menyelesaikan berbagai dokumen dan izin terkait akuisisi tersebut.

"Ke depan yang sedang kita kerjakan kita berusaha menyelesaikan semua dokumentasi, izin dan kondisi-kondisi yang diselesaikan sampai Desember 2018," kata dia di Komisi VII DPR Jakarta, Rabu (17/10/2018).

Budi mengatakan, Inalum tengah memfinalisasi pendanaan untuk akuisisi Freeport. Dana akuisisi ditargetkan tersedia pada November dan eksekusinya dilakukan Desember 2018.

"Yang penting juga Inalum akan memfinalisasi pendanaan yang kita harapkan di bulan November sudah masuk Inalum, sehingga transaksi siap di bulan Desember," ujarnya.

Kemudian, Budi mengatakan, PTFI akan menyelesaikan masalah administrasi. Sementara, induknya Freeport McMoRan akan meminta izin terhadap beberapa regultor di beberapa negara.

"Ada beberapa persyaratan administrasi sebagai perseroan terbatas ada yang perlu dilakukan PTFI termasuk perubahan anggaran dasar, pengumuman transaksi tersebut.
Beberapa izin yang perlu diperoleh Freeport McMoRan terhadap beberapa regulator di beberapa negara di dunia," ujarnya.

Berikut tahapan akuisisi saham PTFI berdasarkan data paparan Budi Gunadi Sadikin.

1. Pemenuhan kondisi-kondisi persyaratan penyelesaian akuisisi saham PT Indocopper Investama (PTII), PT Freeport Indonesia (PTFI), dan PT Rio Tinto Indonesia (PTRTI) (Target penyelesaian September-Desember 2018).

2. Pengumuman sehubungan dengan transaksi sebelum akuisisi pada surat kabar nasional dan karyawan (Oktober 2018).

3. Persiapan kebutuhan pendanaan PT Inalum dalam rangka pembiayaan divestasi saham PTFI (Agustus-November 2018).

4. Persetujuan atas perubahan anggaran dasar PTFI (November-Desember 2018).

5. Pelaporan persaingan usaha (anti trust filing) di Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina, Korea Selatan (Oktober-Desember 2018).

6. Penyelesaian transaksi divestasi saham PTFI (Desember 2018).


( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka )



Sumber : finance.detik

Baca juga :

0 comments:

Post a Comment